Sabtu, 30 Maret 2013

Masalah – masalah yang masih diperselisihkan untuk dikerjakan Wanita yang Haid



1.      Membaca Al-Qur’an

An-Nawawiberkata dalam Al-Majmu’(106) “Dalam hal membaca Al-Qur;an , bagi yang junub dan haidh, madzhab kami menyatakan bahwa itu adalah haram. Baik membaca sedikit maupun banyak hingga beberapa ayat. ”
Pendapat seperti ini adalah pendapat sebagaian ulama. Demikian juga yang disebutkan oleh Al-Khatabi dan sekian banyak ulama lainnya. Sahabat - sahabat kami meriwayatkan dari Umar bin Khatthab, Ali dan Jabir bin Abdullah, juga dari Al- Hasan, AZ-Zuhri, An-Nakha’I, Qatadah, Ahmad dan Ishaq.
            Dalam sebuah riwayat ada yang membuatnya menjadi makhruh dalam hal itu. Riwayat itu berasal dari Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, An-Nakha’I, Az-Zuhri, Qatadah, Asy-Syafi’I dan Madzhab rasional (ahli ra’yi)

Al-Auza’i berkata,”Tidak boleh bagi orang junub maupun hadih untuk membaca Al-Qur’an kecuali hanya sekedar membaca berupa doa untuk naik kendaraan atau untuk turun dari kendaraan.
Ibnu Abbas berkata,”Boleh baginya membaca wirid dari bacaan Al-Quran,”Said bin Musayyib berkata, “boleh saja dia membaca Al-Qur’an , karena bukankah Al-Qur’an juga ada didalam rongga badannya??”
Dari Malik disebutkan, bagi orang yang sedang haidh boleh membaca Al-Quran,  namu tidak boeh bagi orang yang sedang junub. Sebab waktu haidh cukup panjang, maka jika kita larang untuk membacanya dikhawarirkan dia akan lupa dengan apa yang sebelumnya telah dia hafal.

Ibnu Tamiyah memberikan bantahan terhadap mereka yang mengharamkan membaca Al-Qur’an bagi wanita yang sedang haidh yang ditulis dalam bukunya Majmu’ Al Fatawa (21/459)

“Sesungguhnya larangan membaca Al-Qur’an  bagi wanita yang sedang haidh itu tidak ada dalil yang datang dari Rasulullah, kecuali hadits yang datang dari Ismail bin Iyasy dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, yang berbunyi; Wanita yang haidh dan junub tidak boleh membaca sesuatupun dari Al-Qur’an”

(HR.Tirmidzi:131,Ibnu Majah:596.Hadits ini dinyatakan sebagai hadits lemah oleh Syaikh Al-Albani.)
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya. Sesuai kesepakatan para ulama, hadits ini adalah lemah (dha’if). Sebab apa yang diriwayakan oleh Ismail bin Iyasy dari orang – orang Hijaz adalah hadits – hadits lemah.

            Hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun yang sangat kredibel dalam hadits dari Nafi. Sebab telah kita maklumi semua , bahwa wanita – wanita itupun haidh dimasa Rasulullah, namun ternyata Rasulullah tidak melarang mereka untuk membaca  Al-Qur’an. Sebagaimana Rasulullah juga tidak melarang mereka untuk berzikir dan berdoa. Bahkan Rasulullah memerintahkan wanita – wanita Madinah untuk keluar pada hari Raya dan bertakbir sebagaimana takbir kaum muslimin lainnya.(Lihat Shahih Bukhari :324, Shahih Muslim:890)

            Rasulullah juga memerintahkan pada wanita yang haidh untuk menunaikan semua manasik haji kecuali tawaf di baitullah. Dia membaca talbiah pada saat haidh, dia berada di Mudzalifah, Mina dan Masyair haji yang lain.

            Sedang orang yang Junub, Rasulullah tidak memerintahkan untuk datang ke tempat dilangsungkan hari raya, tidak untuk sholat, tidak pula untuk melakukan apapun dari manasik haji. Sebab seorang yang junub sangat mungkin baginya untuk bersuci dengan demikan maka tidak ada udzur baginya untuk meninggalkan bersuci.

            Hal ini tentu berbeda dengan wanita yang haidh, sebab hadatsnya ada dan tidak mungkin baginya untuk bersuci sebelum berhenti dengan sendririnya. Dengan demikian, diketahui bahwa bagi wanita haidh mendapatkan kerinagan dalam hal yang tidak didapatkan bagi seorang junub. Ini karena adanya udzur, walaupn hitungannya agak lama.


2.      Menyentuh Al-Qur’an

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa seorang wanita yang sedang haidh tidak diperbolehkan untuk memegang Al-Qur’an. Ringkasan alasannya adalah oleh karena sebab berikut ini:

Pertama:
“Tidak boleh menyentuhnya kecuali hamba – hamba yang disucikan.”(QS. Al-Waqiah:79)
Hanya saja para ahli Tafsir berpendapat bahwa yag dimaksud dengan hamba – hamba yang disucikan pada ayat ini adalah para malaikat, bukan orang – orang junub dan bukan pula orang yang sedang haidh sebagaimana disebutkan oleh para ahli fikih.

Kedua
Hadits Rasulullah yang berbunyi, “Tidaklah memegang Al-Qur’an kecuali seorang yang suci”
(Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani, dimana dia menyebutkan jalan – jalan periwayatan yang karenanya dia menjadi hadits shahih. Lihat Irwa’Al Ghalil, karang Albani:122)

Mungkin uangkapan Ibnu Tamiyah sebelum ini, yang menyatakan bahwa seorang wanita yang haidh mendapatkan suatu keringanan yang tidak diberikan kepada seorang yang junub, akan memberi penguatan untuk mengambil pendapat tentang kebolehan memegang Al-Qur’an, sebagai kemudahan atas mereka agar bisa membacanya.
Terutama jika wanit itu adalah hafal AL-Qur’an. Lebih khusus lagi, karena dua dalil yang disebutkan Fuqaha’ itu tidak dapat diterima. Wallahu’alam.


3.      Berdiam diri di Mesjid
Lihat dalil – dalil dan pendapat para ulama secara detil tentang masalah ini dalam bahasan yang demikian, pada buku Jami’ahkam an-nisa’ , karangan Syaikh Mushthafa Al-Adawi.



Saya Katakan,
Jikalau benar kita memang benar – benar tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an (membaca semua bacaannya yang ada dalam Al-Qur’an) ketika Haidh,  bagaimana mungkin kita dapat berdoa dan berzikir. Sangat mustahil bukan jikalau kita hanya karena itu melupakan Allah untuk jangka waktu yang dapat dikatakan lama yakni kurang lebih seminggu., apalagi bagi seorang penghafal Al-Qur’an yang mungkin bakalan lupa akan hafalannya.
Sedang Allah telah perintahkan sebelum melakukan apa – apa mulailah untuk berdo’a, Seminimnya dengan mengucapkan Bismillah, dan mengakhirinya Alhamdulillah., bukankah itu adalah bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Sangat Benar yang dikatakan oleh Ibnu Abbas diatas yang menyatakan BUKANKAH Al-Qur’an juga ada didalam rongga badannya??”
Wallahu’alam,


Perbedaan adalah Rahmat
Perbedaan bukan untuk dipertentangkan
Lakukan Jika Yakin
Tinggalkan Jika Ragu – Ragu
Saya Melakukan Penuh Keyakinan
Dan Allah yang Maha Tahu dari segala Niat yang ada dalam Hati
Untuk Apa dan Siapa kita melakukannya. 



Sumber :
TAFSIR WANITA
 (Penjelasan Terlengkap Tentang Wanita dalam Al-Qur’an) Hal 54 -57/543
Oleh : Syaikh Imad Zaki Al-Barudi