1. Membaca Al-Qur’an
An-Nawawiberkata dalam Al-Majmu’(106) “Dalam hal
membaca Al-Qur;an , bagi yang junub dan haidh, madzhab kami menyatakan bahwa
itu adalah haram. Baik membaca sedikit maupun banyak hingga beberapa ayat. ”
Pendapat seperti ini adalah pendapat sebagaian
ulama. Demikian juga yang disebutkan oleh Al-Khatabi dan sekian banyak ulama
lainnya. Sahabat - sahabat kami meriwayatkan dari Umar bin Khatthab, Ali dan
Jabir bin Abdullah, juga dari Al- Hasan, AZ-Zuhri, An-Nakha’I, Qatadah, Ahmad
dan Ishaq.
Dalam
sebuah riwayat ada yang membuatnya menjadi makhruh dalam hal itu. Riwayat itu
berasal dari Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, An-Nakha’I,
Az-Zuhri, Qatadah, Asy-Syafi’I dan Madzhab rasional (ahli ra’yi)
Al-Auza’i berkata,”Tidak boleh bagi orang junub
maupun hadih untuk membaca Al-Qur’an kecuali hanya sekedar membaca berupa doa
untuk naik kendaraan atau untuk turun dari kendaraan.
Ibnu Abbas berkata,”Boleh baginya membaca wirid dari
bacaan Al-Quran,”Said bin Musayyib berkata, “boleh saja dia membaca Al-Qur’an ,
karena bukankah Al-Qur’an juga ada didalam rongga badannya??”
Dari Malik disebutkan, bagi orang yang sedang haidh
boleh membaca Al-Quran, namu tidak boeh
bagi orang yang sedang junub. Sebab waktu haidh cukup panjang, maka jika kita
larang untuk membacanya dikhawarirkan dia akan lupa dengan apa yang sebelumnya
telah dia hafal.
Ibnu
Tamiyah memberikan bantahan terhadap mereka yang mengharamkan membaca Al-Qur’an
bagi wanita yang sedang haidh yang ditulis dalam bukunya Majmu’ Al Fatawa
(21/459)
“Sesungguhnya larangan membaca Al-Qur’an bagi wanita yang sedang haidh itu tidak ada
dalil yang datang dari Rasulullah, kecuali hadits yang datang dari Ismail bin
Iyasy dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar, yang berbunyi;
Wanita yang haidh dan junub tidak boleh membaca sesuatupun dari Al-Qur’an”
(HR.Tirmidzi:131,Ibnu Majah:596.Hadits ini
dinyatakan sebagai hadits lemah oleh Syaikh Al-Albani.)
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang
lainnya. Sesuai kesepakatan para ulama, hadits ini adalah lemah (dha’if). Sebab
apa yang diriwayakan oleh Ismail bin Iyasy dari orang – orang Hijaz adalah
hadits – hadits lemah.
Hadits
ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun yang sangat kredibel dalam hadits dari
Nafi. Sebab telah kita maklumi semua , bahwa wanita – wanita itupun haidh
dimasa Rasulullah, namun ternyata Rasulullah tidak melarang mereka untuk
membaca Al-Qur’an. Sebagaimana
Rasulullah juga tidak melarang mereka untuk berzikir dan berdoa. Bahkan
Rasulullah memerintahkan wanita – wanita Madinah untuk keluar pada hari Raya
dan bertakbir sebagaimana takbir kaum muslimin lainnya.(Lihat Shahih Bukhari
:324, Shahih Muslim:890)
Rasulullah
juga memerintahkan pada wanita yang haidh untuk menunaikan semua manasik haji
kecuali tawaf di baitullah. Dia membaca talbiah pada saat haidh, dia berada di
Mudzalifah, Mina dan Masyair haji yang lain.
Sedang
orang yang Junub, Rasulullah tidak memerintahkan untuk datang ke tempat
dilangsungkan hari raya, tidak untuk sholat, tidak pula untuk melakukan apapun
dari manasik haji. Sebab seorang yang junub sangat mungkin baginya untuk
bersuci dengan demikan maka tidak ada udzur baginya untuk meninggalkan bersuci.
Hal
ini tentu berbeda dengan wanita yang haidh, sebab hadatsnya ada dan tidak
mungkin baginya untuk bersuci sebelum berhenti dengan sendririnya. Dengan
demikian, diketahui bahwa bagi wanita haidh mendapatkan kerinagan dalam hal
yang tidak didapatkan bagi seorang junub. Ini karena adanya udzur, walaupn
hitungannya agak lama.
2. Menyentuh Al-Qur’an
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa seorang wanita
yang sedang haidh tidak diperbolehkan untuk memegang Al-Qur’an. Ringkasan
alasannya adalah oleh karena sebab berikut ini:
Pertama:
“Tidak boleh menyentuhnya kecuali hamba – hamba yang
disucikan.”(QS. Al-Waqiah:79)
Hanya saja para ahli Tafsir berpendapat bahwa yag
dimaksud dengan hamba – hamba yang disucikan pada ayat ini adalah para
malaikat, bukan orang – orang junub dan bukan pula orang yang sedang haidh
sebagaimana disebutkan oleh para ahli fikih.
Kedua
Hadits Rasulullah yang berbunyi, “Tidaklah memegang
Al-Qur’an kecuali seorang yang suci”
(Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani, dimana
dia menyebutkan jalan – jalan periwayatan yang karenanya dia menjadi hadits
shahih. Lihat Irwa’Al Ghalil, karang Albani:122)
Mungkin uangkapan Ibnu Tamiyah sebelum ini, yang
menyatakan bahwa seorang wanita yang haidh mendapatkan suatu keringanan yang
tidak diberikan kepada seorang yang junub, akan memberi penguatan untuk
mengambil pendapat tentang kebolehan memegang Al-Qur’an, sebagai kemudahan atas
mereka agar bisa membacanya.
Terutama jika wanit itu adalah hafal AL-Qur’an. Lebih
khusus lagi, karena dua dalil yang disebutkan Fuqaha’ itu tidak dapat diterima.
Wallahu’alam.
3. Berdiam diri di Mesjid
Lihat dalil – dalil dan pendapat para ulama secara
detil tentang masalah ini dalam bahasan yang demikian, pada buku Jami’ahkam
an-nisa’ , karangan Syaikh Mushthafa Al-Adawi.
Saya Katakan,
Jikalau benar kita memang benar – benar tidak
diperbolehkan membaca Al-Qur’an (membaca semua bacaannya yang ada dalam
Al-Qur’an) ketika Haidh, bagaimana
mungkin kita dapat berdoa dan berzikir. Sangat mustahil bukan jikalau kita
hanya karena itu melupakan Allah untuk jangka waktu yang dapat dikatakan lama
yakni kurang lebih seminggu., apalagi bagi seorang penghafal Al-Qur’an yang
mungkin bakalan lupa akan hafalannya.
Sedang Allah telah perintahkan sebelum melakukan apa
– apa mulailah untuk berdo’a, Seminimnya dengan mengucapkan Bismillah, dan
mengakhirinya Alhamdulillah., bukankah itu adalah bacaan yang terdapat dalam
Al-Qur’an.
Sangat Benar yang dikatakan oleh Ibnu Abbas diatas
yang menyatakan BUKANKAH Al-Qur’an juga ada didalam rongga badannya??”
Wallahu’alam,
Perbedaan
adalah Rahmat
Perbedaan
bukan untuk dipertentangkan
Lakukan
Jika Yakin
Tinggalkan
Jika Ragu – Ragu
Saya
Melakukan Penuh Keyakinan
Dan
Allah yang Maha Tahu dari segala Niat yang ada dalam Hati
Untuk
Apa dan Siapa kita melakukannya.
Sumber :
TAFSIR WANITA
(Penjelasan Terlengkap Tentang Wanita
dalam Al-Qur’an) Hal 54 -57/543
Oleh : Syaikh Imad Zaki Al-Barudi