Sabtu, 25 Mei 2013

Kebangkitan Nasional & Persatuan Umat

“Maka dirikanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah.”
(QS.Syura:13)
            Kedatangan kaum penjajah dan Belanda ke bumi nusantara selain dengan tujuan ekonomi dan perdagangan juga tersirat misi agama sebagaimana diungkapkan oleh D’AlBuquerque, komandan perang portugis sewaktu menaklukkan Malaka di depan pasukannya:
“Jasa yang akan kita berikan kepada Tuhan adalah dengan mengusir orang Moor(maksudnya orang Islam) dari negeri ini, adalah dengan memadamkan api dari agama Muhammad, sehingga api itu tidak akan menyebar lagi sesudah ini, saya yakin benar jika kita rampas perdangan Malaka ini dan mereka(umat Islam) Kairo dan Mekkah akan hancur.”
            Melihat niat yang tersirat tersebut maka Raden Fatah, penguasa Kerajaan Islam Demak pada tahun 1513 mengirim Adipati Yunus, putra sulungnya untuk memimpin pasukan menyerang portugis di Malaka.
Inilah awal perlawanan umat Islam Nusantara atas penjajah portugis dan belanda, baik dilakukan oleh Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam Mataram, Kerajaan Islam Makassar,Kerajaan Islam Ternate, Kerajaan Islam Madura, Kerajaan Islam Aceh.
            Sejarah mencatat bahwa pahlawan bangsa merupakan tokoh pemimpin yang mempunyai semangat Islam yang kuat atau ulama yang berpengaruh di Zamannya seperti Raden Fatah, Sunan Gunung Jati dari Kerajaan Demak, Sultan Khairun dan Pangeran Babullah dari Ternate, Sultan Agung dari Kerajaan Islam Makassar, Pangeran Diponegoro dari Jawa Tengah, Imam Bonjol dari Sumatera Barat, Tengku Umar, T.Cik Ditiro dari Aceh, semua mengangkat senjata mempertahankan nusantara dari penjajah.
            Setelah ratusan tahun perlawanan terjadi terus menerus dari satu daerah ke daerah yang lain belum juga mendapatkan kemenangan, maka akhirnya para pemimpin dan ulama berusaha untuk melakukan perjuangn dalambentuk organisasi yang menghimpun segala kekuatan Islam dari seluruh daerah di Bumi nusantara, sehingga tercetuslah organisasi Sarekat Dagang Islam pada 16 oktober 1905 di Kota Solo, Jawa Tengah.
            Sarekat Dagang Islam tersebut merupakan wadah bagi berkumpulnya pemimpin Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa dimana anggota organisasi ini terdiri dari ulama dan pemimpin Islam dari seluruh daerah di Indonesia. Berbeda dengan Budi Utomo yang berdiri pada 1908 dimana anggota kumpulannya kebanyakan terdiri dari tokoh masyarakat jawa saja.
            Sarekat dagang Islam kemudian berubah menjadi Syarekat Islam, sehingga perhatian organisasi bukan hanya pada ekonomi umat, juga kepada perjuangan kemerdekaan. Kiyai Haji Ahmad ahlan melihat bahwa kebangkitab bangsa haru dimulai dengan kebangkitan social pendidikan, sebab kelemahan umat terletak pada lemahnya umat Islam dalam Ilmu sekuler dengan adanya pemisahan ilmu agama dan ilmu umum, sehingga pada tahun 1912 beliau mendirikman organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta.
            Kesadaran umat untuk bangkit dengan memperbaiki keadaan social dan pendidikan ini terus berlanjut, sehingga tak lama kemudian berdiri pula organisasi Al Irsyad pada tahun 1913 di Jakarta, Organisasi Persyarikatan Ulama pada tahun 1915 di Majalengka, Jawa Barat, Organisasi Persatuan Islam (Persis) pada tahun1923 di Bandung, Organisasi Nahdathul Ulama pada tahun 1926 di Surabaya, organisasi Al-Washliyah pada tahun 1930 di Medan, dan lain sebagainya.
            Dari sejarah terlihat bahwa mulanya perlawanan umat Islam dilakukan dengan senjata oleh kerajaan – kerajaan Islam, dilanjutkan dengan melengkapi perjuangan kebangsaan melalui perjuangan social dan pendidikan yang dilakukan melalui organisasi sosial kemasyarakatan. Perjuangan tersebut yang dilakukan dengan emosi perlawanan dan organisasi social pendidikan semuanya dengan landasan iman kepada Allah. Landasan iman inilah yang disebut dengan semangat keagamaan , sedangkan perjuangan sejata atau social pendidikan merupakan cara berjuangan yang dilakukan berasaskan semangat keagamaan berdasarkan agama dan iman.
            Berdirinya organisasi keagamaan tersebut membuat penjajah merubah strategi untuk mengalahkan umat Islam. Untuk melawan emangat keagamaan, maka penjajah Belanda mendirikan organisasi politik yang berideologi Marxisme-Komunisme dengan nama Indisceh Social Democratische Vereeniging (ISDV) yang dipimpin oleh H.J.F.M.Sneevliet dan A.Baars pada tahun 1914 di Semarang. Selanjutnya ISDV tersebut berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
            Disamping itu kaum penjajah berusaha memecah persatuan umat Islam dengan membesar – besarkan perselisihan pandangan agama antar ormas – ormas Islam dengan membangkitkan perbedaan – perbedaan mazhab. Diharapkan demikian ormas Islam tidak akan bersatu untuk menghadapi penjajah, tetapi sibuk dengan pertentangan serta perselisihan antar mereka sendiri.
            Melihat keadaan demikian, maka Kiyai Haji Hasyim ASYARI PADA Kongres ulama Nahdatul ulama tahun 1935 di Banjarmasin berkata dalam pidatonya kepada para ulama:”Wahai ulama – ulama yang telah Ta’asub(fanatic) kepada setengah mazhab atau setengah “qaul” (pendapat ulama) tinggalkanlah ta’asubmu dalam soal “furu” (ranting - ranting) itu! Yang ulama sendiri demikian mempunya dua pendapat… dan hendaklah kamu membela agama Islam. Berijtihadlah menolak orang – orang yang menghina Al-Qur’an dan sifat – sifat Tuhan. Adapun ta’asshub kamu kepada ranting – ranting agama dan mendorong oran supaya memegang satu mazhab atau “qaul”, tidaklah disukai Allah Ta’ala , dan tidak diridhai oleh Rasulullah saw, apalah lagi jika pendorongmu berlaku demikian hanyalah smata – mata ta’asshub dan berebut – rebutan dan berdengki – dengkian.”
            Kepada kaum pembaharu, beliau berseru:”wahai ulama – ulama, kalau kamu melihat orang berbuat suatu amalan berdasarkan “qaul” atau pendapat Imam – Imam yang boleh ditaqlidi(diikuti) meskipun qaul itu tidak marjuh (mempunyai dalil tetapi kuat alasannya) maka jika kamu tidak setuju, maka janganlah kamu cerca mereka, tetapi beri pentunjuk dengan halus. Dan jika mereka tidak sudi mengikutimu, jangan memusuhi mereka. Kalau kamu berbuat demikian, kamu sama dengan orang yang membangun sebuah istanan dengan menghancurkan lebih dahulu sebuah kota.”
            Lebih lanjut beliau menyatakan : “Janganlah kamu jadikan semua itu menjadi sebab untuk bercerai – berai , berpecah – belah, bertengkar dan bermusuh – musuhan. Atau akan kita lanjutkan jugakah perpecahan ini, hina menghinakan, pecah memecahkan, padahal agma kita satu belaka: Islam”
            Seruan KH.Hasyim Asyari ini mendapat tanggapan positif dari berbagai tokoh umat Islam, sehingga pada tanggal 21 September 1937, atas inisiatif Kiyai Haji Mas Mansur dari Muhammadiyah, KH.Wahab Hasbullah dari Nahdatul Ulama, dan Wondoasmiseno dari persatuan syarekat Islam Indonesia terbentuklah Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) di Surabaya.
            Organisasi Islam yang dipimpin oleh para ulama sadar bahwa ada kemungkinan adanya perbedaan hokum ranting fikih (furuiyah) atau disebabkan oelh instrik musuh – musuh Islam, maka mereka senantiasa menyatukan diri dalam wadah untuk memudahkan bermusyawarah.
            Bagi umat Islam, selama pendapat tersebut masih berpegang kepada nash Al-Qur’an dan Hadits , maka mereka akan  bersatu, sedangkan masalah khilafiyah adalah suatu yang wajar sebab setiap pendapat Imam mempunyai dalil dari Kitab suci Al-Qur’an dan hadits.
            Perbedaan tersebut harus dilakukan dengan adab berbeda penapat sehingga tidak menimbulkan perselisihan dan memecah persatuan umat. Inilah kekuatan umat yang menjadi nilai utama dlam kebangkitan bangsa.
            Semua sepakat bahwa perhatian yang paling utama adalah menghadapi musuh – musuh Islam yaitu Penjajah Belanda dengan budaya barat Kristiani, gerakan komunis atheis yang sedang berkembang dengan pesatnya, serta nilai- nilai mistik – kejawen yang berunsurkan syirik yang harud dihadapi secara strategis dan praktis. Ini adalah merupakan pesan Al-Qur’an kepada umat Islam, “maka dirikanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah.” (QS. Asyura:13)
            Persatuan umat merupakan kunci kebangkitan dan kemenangan umat sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Al – Anfal ayat 46 : “Taatlah kamu kepada Allah dan RasulNya , dan janganlah kamu berpecah belah, sebab itu akan membuatmu gagal dan hilang kekuatan.”
            Semoga umat Islam tetap sadar bahwa organisasi dan perbedaan paham bukan menjadi sebab perpecahan, yang nantinya itu menjadi penyebab kekalahan.

 Sumber : www.istaid.com
             Renungan Jum'at ISTAID (Mei 2013/Rajab 1434)